(KODE : PEN- ISLAM ) anak putus sekolah dan cara pembinaannya di kec.jangka
kabupaten bireun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan amanah dari Allah Swt,
seorang anak dilahirkan dalam keadaan fitrah tanpa noda dan dosa, laksana
sehelai kain putih yang belum mempunyai motif dan warna. Oleh karena itu, orang
tualah yang akan memberikan warna terhadap kain putih tersebut; hitam, biru
hijau bahkan bercampur banyak warna.
Setiap orang tua menginginkan anak-anaknya cerdas,
berwawasan luas dan bertingkah laku baik, berkata sopan dan kelak suatu hari
anak-anak mereka bernasib lebih baik dari mereka baik dari aspek kedewasaan
pikiran maupun kondisi ekonomi. Oleh karena itu, di setiap benak para orang tua
bercita-cita menyekolahkan anak-anak mereka supaya berpikir lebih baik,
bertingkah laku sesuai dengan agama serta yang paling utama sekolah dapat
mengantarkan anak-anak mereka ke pintu gerbang kesuksesan sesuai dengan
profesinya.[1]
Setelah keluarga, lingkungan kedua bagi anak adalah sekolah. Di sekolah,
guru merupakan penanggung jawab pertama terhadap pendidikan anak sekaligus
sebagai suri teladan. Sikap maupun tingkah laku guru sangat berpengaruh
terhadap perkembangan dan pembentukan pribadi anak.
Pada perspektif lain, kondisi ekonomi masyarakat
tentu saja berbeda, tidak semua keluarga memiliki kemampuan ekonomi yang
memadai dan mampu memenuhi segala kebutuhan anggota keluarga. Salah satu
pengaruh yang ditimbulkan oleh kondisi ekonomi seperti ini adalah orang tua
tidak sanggup menyekolahkan anaknya pada jenjang yang lebih tinggi walaupun
mereka mampu membiayainya di tingkat sekolah dasar. Jelas bahwa kondisi ekonomi
keluarga merupakan faktor pendukung yang paling besar kelanjutan pendidikan
anak-anak., sebab pendidikan juga membutuhkan dana besar.
Hampir di setiap tempat banyak anak-anak yang
tidak mampu melanjutkan pendidikan, atau pendidikan putus di tengah jalan
disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga yang memprihatinkan. Kondisi ekonomi
seperti ini menjadi penghambat bagi seseorang untuk memenuhi keinginannya dalam
melanjutkan pendidikan. Sementara kondisi ekonomi seperti ini disebabkan
berbagai faktor, di antaranya orang tua tidak mempunyai pekerjaan tetap, tidak
mempunyai keterampilan khusus, keterbatasan kemampuan dan faktor lainnya.
Putus sekolah bukan merupakan persoalan baru dalam
sejarah pendidikan. Persoalan ini telah berakar dan sulit untuk di pecahkan,
sebab ketika membicarakan solusi maka tidak ada pilihan lain kecuali
memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Ketika membicarakan peningkatan ekonomi
keluarga terkait bagaimana meningkatkan sumber daya manusianya. Sementara semua
solusi yang diinginkan tidak akan lepas dari kondisi ekonomi nasional secara
menyeluruh, sehingga kebijakan pemerintah berperan penting dalam mengatasi
segala permasalahan termasuk perbaikan kondisi masyarakat.[2]
Menurut pengamatan sementara, sebagian anak-anak
di Kecamatan Jangka mengalami putus sekolah terutama anak-anak yang sedang
menempuh pendidikan di tingkat atas. Maka hal yang menjadi rumusan masalah di
sini adalah sebagai berikut:
1. Berapa banyak anak putus sekolah di Kecamatan Jangka?
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
anak putus sekolah di Kecamatan Jangka?
3. Bagaimana sikap orang tua terhadap pendidikan
anaknya?
4. Bagaimana cara pembinaan orang tua terhadap anak
putus sekolah di Kecamatan Jangka?
5. Bagaimanakah cara masyarakat menanggulangi anak
putus sekolah di Kecamatan Jangka?
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah
tersebut di atas maka timbullah keinginan penulis untuk mengangkat permasalahan
ini dalam sebuah karangan ilmiah (skripsi)dengan menetapkan sebagai judul
adalah: “Anak Putus Sekolah dan Cara pembinaannya di Kecamatan Jangka
Kabupaten Bireuen”.
B. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari kekeliruan dan lebih mengarahkan
pembaca dalam memahami judul skripsi ini penulis merasa perlu untuk menjelaskan
beberapa istilah yang terdapat dalam judul tersebut. Adapun istilah- istilah
yang perlu di jelaskan adalah sebagai berikut:
1. Anak
Artinya orang atau binatang yang baru di teteskan.
Anak adalah turunan kedua sesudah orang yang dilahirkan. Dari pengertian di
atas dapat dipahami bahwa anak adalah manusia yang hidup setelah orang yang
melahirkannya, anak itu merupakan rahmat Allah kepada manusia yang akan
meneruskan cita-cita orang tuanya dan sebagai estafet untuk masa yang akan
datang.[3]
Adapun anak yang penulis maksudkan dalam skripsi
ini adalah anak sebagai keturunan kedua dari sepasang suami istri yang terikat
dengan tali pernikahan yang sah yang tidak terlepas dari didikan orang tua baik
didikan agama maupun pendidikan umum sehingga anak bisa bersaing dan tercapai
cita-citanya.
2. Anak Putus Sekolah
Putus sekolah (dalam bahasa Inggris dikenal dengan
Putus sekolah) adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari
suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Anak Putus sekolah yang dimaksud
dalam penulisan skripsi ini adalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga
pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya kondisi
ekonomi keluarga yang tidak memadai.
3. Cara Pembinaannya
Cara: 1). Aturan sistem. 2). Gaya, laku, ragam.
3). Adat, resam, kebiasaan. Pembinaan merupakan suatu proses kegiatan yang di
lakukan secara berdaya guna memperoleh hasil yang baik.[4]
Adapun pembinaan yang dimaksud dalam pembahasan
ini adalah suatu usaha untuk pembinaan kepribadian yang mandiri dan sempurna
serta dapat bertanggungjawab, atau suatu usaha, pengaruh, perlindungan dalam
bantuan yang di berikan kepada anak yang tertuju kepada kedewasaan anak itu,
atau lebih cepat untuk membantu anak agar cakap dalam melaksanakan tugas hidup
sendiri, pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (diciptakan oleh orang dewasa
seperti sekolah, buku pintar hidup sehari-hari, bimbingan dan nasehat yang
memotivasinya agar giat belajar), serta di tujukan kepada orang yang belum
dewasa.
Menurut Yurudik Yahya, pembinaan adalah “suatu
bimbingan atau arahan yang dilakukan secara sadar dari orang dewasa kepada anak
yang perlu dewasa agar menjadi dewasa, mandiri dan memiliki kepribadian yang
utuh dan matang kepribadian yang dimaksud mencapai aspek cipta, rasa dan karsa.[5]
Istilah pembinaan atau berarti “ pendidikan”
yang merupakan pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa
kepada anak yang belum dewasa. Selanjutnya pembinaan atau kelompok orang lain
agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat kehidupan yang lebih tinggi dalam
arti mental.
Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan
bahwa pembinaan merupakan suatu proses yang di lakukan untuk merubah tingkah
laku individu serta membentuk kepribadiannya, sehingga apa yang di cita-citakan
dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak penulis capai dalam
pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui berapa banyak anak putus sekolah
di Kecamatan Jangka.
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan anak putus
sekolah.
3. Bagaimana sikap orang tua terhadap anak putus
sekolah?
4. Bagaimana usaha masyarakat dalam menanggulangi
anak putus sekolah di Kecamatan Jangka.
D. Postulat dan Hipotesis
Bertitik tolak
pada latar belakang masalah di atas, maka penulis perlu mengemukakan
beberapa postulat yang kedudukannya sebagai dasar pemikiran dalam suatu
wilayah. Winarno Surachman mengemukakan bahwa: “ Anggapan dasar (postulat) yang
menjadi tumpuan dasar segala pandangan dan kegiatan terhadap masalah yang
dihadapi dalam suatu penelitian. Postulat ini menjadi titik pangkal, di mana
dengan adanya postulat ini tidak lagi menjadi keragu-raguan penyelidik”.[6]
Adapun postulat (anggapan dasar) dalam masalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
Anak-anak
wajib memperoleh pendidikan, terutama pada usia 9 (sembilan) sampai 15 (lima belas) tahun, karena sesuai
dengan peraturan pemerintah.
2.
Tanggung jawab
pendidikan anak berada pada tangan orang tua, guru dan masyarakat.
Berdasarkan anggapan dasar di atas, maka yang
menjadi hipotesis (dugaan sementara) adalah sebagai berikut:
1. Kebanyakan anak putus sekolah di Kecamatan Jangka
disebabkan oleh kurangnya biaya dan kesadaran orang tua dalam menyekolahkan
anaknya.
2. Anak putus sekolah di Kecamatan Jangka berdampak
negatif dalam masyarakat.
3. Cara pembinaan terhadap anak putus sekolah di
Kecamatan Jangka belum optimal.
E. Populasi dan Sampel
Populasi adalah “Keseluruhan objek penelitian,
sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang dapat mewakili keseluruhan
populasi yang ada”.[7]
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh masyarakat yang ada di Kecamatan Jangka yang berjumlah 44 desa
dengan jumlah penduduknya 24.208 jiwa, yang terdiri dari 5 (lima) kemukiman dan
tingkat putus sekolahnya diambil mulai dari Sekolah Dasar dan Menegah. Berdasarkan
populasi di atas maka yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah
3 desa yang terdapat dalam Kecamatan Jangka yang mempunyai anak putus sekolah.
Sampel yang penulis ambil di sini adalah masing-masing 2 orang dari 3 desa
yaitu kepalah desa dan Tgk. Imum Meunasah. Sampel ini dianggap dapat mewakili
seluruh populasi dan dapat memberikan data yang penulis perlukan. Tiga desa
tersebut menurut pengamatan penulis adalah desa yang banyak terdapat anak putus
sekolah, yaitu:
1. Bugak Punjot, dengan jumlah 2 orang (Kepala Desa
dan Tgk. Imum)
2. Bugak Mesjid, dengan jumlah 2 orang (Kepala Desa
dan Tgk. Imum)
3. Bugak Meunasah dua, dengan jumlah 2 orang (Kepala
Desa dan Tgk. Imum)
F. Metodelogi Penelitian
Setiap penelitian memerlukan metode dan teknik
pengumpulan data yang sesuai dengan masalah yang dihadapi. Metode penelitian
yang dapat dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu
“suatu metode yang ingin mengungkapkan, mengembangkan dan menafsirkan data,
peristiwa, kejadian-kejadian dan gejala-gejala fenomena-fenomena yang terjadi
pada saat sekarang”.[8]
Metodologi penelitian ini sangat tepat digunakan
untuk memperoleh data dan informasi yang objektif. Dalam pelaksanaannya penulis
menggunakan dua jenis penelitian, adalah sebagai berikut:
1. Library Research (studi kepustakaan), digunakan untuk melihat dan mempelajari buku-buku,
literatur-literatur dan bahan referensi lainnya sebagai sumber untuk
menguraikan landasan teoritis dari skripsi ini.
2. Field Research (studi lapangan), digunakan untuk mencari dan mengumpulkan data dari
lapangan. Yang dalam pelaksanaannya digunakan3 (tiga) instrumen penelitian,
yaitu:
a. Observasi
Yaitu cara yang ditempuh untuk
mengamati kondisi lapangan penelitian, yaitu pengamatan langsung maupun tidak
langsung yang ditemui di daerah penelitian.
b. Wawancara
Wawancara yaitu cara yang ditempuh
untuk mewawancarai para informan demi memperoleh data-data yang diperlukan
dalam penelitian ini. Wawancara ditujukan dengan jalan mengajukan pertanyaan
langsung kepada tokoh pimpinan dengan pertanyaan yang telah di persiapkan.
c. Angket
Angket merupakan beberapa
pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan masalah penelitian yang telah di persiapkan
kepada masing-masing responden, yaitu masyarakat tiap desa yaitu 3 desa yang
terdapat dalam Kecamatan Jangka yang mempunyai anak putus sekolah untuk
memberikan jawabannya.
Adapun teknik penulisan skripsi ini penulis
berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN
Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh Tahun 2004”. Dan buku-buku lain yang dianggap
penting.
0 comments:
Post a Comment